|

GARUDA WISNU KENCANA DARI CANDI BELAHAN

Sumber: Kebudayaan.Kemendikbud.id

Candi Belahan merupakan salah satu situs peninggalan masa Hindu-Buddha yang ada di Kabupaten Pasuruan. Secara administratif Candi Belahan masuk dalam wilayah Desa Wonosonyo Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan. Struktur bangunan Candi Belahan berdiri pada kolam berbentuk persegi dengan luas 6×4 m. Bangunan candi menggunakan bahan bata merah dan batu andesit. Berdasarkan fungsinya, Candi Belahan adalah jenis candi petirthaan. Petirthaan Belahan difungsikan sebagai penampungan air suci yang mengalir dari Gunung Pawitra (Gunung Penanggungan) yang dianggap suci dalam konsepsi Hindu-Buddha.

Pada bangunan Candi Belahan terdapat relung yang berisi arca dengan wujud perempuan. Dua arca tersebut diperkirakan sebagai perwujudan Dewi Sri dan Dewi Laksmi. Pada relung bagian tengah tidak terdapat arca. Namun N.J Krom (1914) berpendapat bahwa relung kosong di Candi Belahan diisi oleh Arca Garuda Wisnu Kencana atau Arca Dewa Wisnu menunggangi Garuda yang kini tersimpan di PIM Trowulan, Mojokerto. Di beberapa peninggalan candi maupun arca, sosok Dewa Wisnu sering digambarkan dengan perwujudan menaiki Garuda. Mengapa demikian?

Dalam Kitab Tantu Panggelaran, dijelaskan ketika proses pengadukan samudera susu (Samuderamantana) oleh para dewa. Sang Hyang Mandaragiri memberikan anugerah kepada para dewa. Bathara Brahma dianugerahi kendaraan berupa Sapi Jantan berwarna putih, Bathara Iswara dianugerahi kendaraan angsa putih, sementara Bathara Wisnu dianugerahi panji-panji Garuda. Namun, dalam cerita adiparwa, ikon Garuda Wisnu Kencana memiliki cerita yang kaya akan pesan moral untuk dijadikan teladan.

Arca Wisnu menaiki Garuda di PIM Trowulan
(Foto: oleh Shofwatul Q pada 19/4/2018)

Garuda atau Garudeya adalah mahkluk mitologi dalam konsepsi Hindu-Buddha. Garuda memiliki wujud berbadan manusia namun berkepala burung. Dikisahkan hidup dua orang perempuan bernama Dewi Kadru dan Dewi Winata yang merupakan istri dari Rsi Kasyapa. Karena tidak kunjung memiliki anak, Rsi Kasyapa memberikan telur kepada masing-masing istrinya. Telur milik Dewi Kadru menetaskan anak berwujud Naga. Sedangkan telur milik Dewi Winata menetaskan manusia burung dengan nama Garudeya. Sifat iri dengki yang menjalar pada hati Dewi Kadru, yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tercela demi saingannya yaitu Dewi Winata. Suatu ketika Dewi Kadru dan Dewi Winata bertaruh untuk menebak warna ekor kuda Uchaiswara. Dewi Kadru memprediksikan warna ekor hitam, di pihak lain Dewi Winata memprediksikan warna putih. Namun berkat kelicikan dan kecurangan Dewi Kadru dan anaknya, warna ekor yang semula putih dapat berubah menjadi hitam akibat semburan api dari mulut Naga anak Dewi Kadru.

Kalah dalam bertaruh menunjukkan Dewi Winata dan Garudeya pada nasib berikutnya Dewi Kadru. Melihat kemalangan yang menimpa Ibunya, Garudeya berupaya melakukan terhadap Dewi Kadru. Naga memberikan syarat kepada Garudeya dengan memberikan penebusan berupa Tirta Amertha (air kehidupan yang membuat peminumnya abadi). Garudeya pun berkelana mencarikan Tirta Amertha untuk mendapatkan Ibunya. Hingga akhirnya Garudeya bertemu dengan Dewa Wisnu yang merupakan pemilik dari air keabadian. Dewa Wisnu meminjamkan kamandalu (kendi) yang berisi Tirta Amertha dengan syarat Garudeya menjadi tunggangan/kendaraan Dewa Wisnu. Dengan senang hati serta demi kebebasan sang Ibu, Garudeya menyanggupi untuk menjadi kendaraan Dewa Wisnu.

Dari sepenggal kisah Garudeya, nilai luhur yang layak dijadikan teladan adalah sikap bakti Garudeya kepada Sang Ibu. Demi menebus kebebasan sang Ibu dari perbudakan, Garudeya merelakan dirinya untuk mengabdi kepada Dewa Wisnu sebagai kendaraan Dewa Wisnu. Selain itu, cerita Garudeya juga menjadi mental perjuangan bangsa Indonesia dalam upaya mendapatkan Ibu Pertiwi dari penjajahan bangsa asing. Merawat ingatan tentang cerita Garudeya, memberikan motivasi bahwa ‘Kita adalah Garuda’. Garuda yang membaktikan diri kepada seorang Ibu. Dan dalam manifestasi lain, Garuda yang senantiasa membaktikan diri kepada Ibu pertiwi yaitu Tanah Air Indonesia.

Daftar Rujukan

Cagar Budaya Jawa Timur. 2020. Garuda. (Online)(http://:www.cagarbudayajatim.com)

Krom, NJ 1914. De Wisnu Van Belahan . Batavia: Albrecht.

Similar Posts

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *